Mitos berawal dari kisah hiduplah sepasang suami istri yang ditemani oleh dua orang anak laki-laki. Mereka hidup sebagai seorang petani, yang hidupnya selaras dengan ritme alam pedesaan. Pagi diawali dengan mencangkul, bercocok tanam.
Siang, selepas sepenggalah sinar matahari, istirahat sejenak.sore menjelang, tiba saatnya untuk pulang ke rumah. Demikian roda dinamika kehidupan setiap hari, nyaris tanpa perubahan. Akan halnya kedua anaknya, mereka selalu bertengkar sepanjang hari. Perilaku anak-anak yang sebenarnya hampir kita jumpai dalam setiap keluarga.
Karena mereka berdua selalu terlibat dalam pertengkaran, suatu ketika, kesabaran sang ayah melebihi batas. Akhirnya anak yang kedua terkena pukulan tangan ayah, mengakibatkan bibirnya robek (dalam bahasa setempat disebut “sumbing”). Hingga kini kedua anak tersebut diabadikan sebagai nama gunung Si(ndoro) dan Si(sumbing
Ndoro adalah julukan kepada seseorang karena sikap santun, bijaksana dan selalu melindungi. Adapun sumbing diberikan kepada anak yang nomor dua karena tingkahnya. Gunung Sumbing bila dilihat dari sisi timur atau barat akan terlihat bagian tengah robek, melengkung ke bawah.
Dari sepenggal kisah diatas tentunya kita bisa mengambil bagian-bagian positif dalam kisah tersebut. Kisah di atas menganjarkan kita untuk selalu bisa bersikap arif dan bijaksana dalam melakukan apapun untuk kepentingan diri sendiri dan orang lain. Maka kita sangat diharampan memiliki sifat dan perwatakan yang brutal dengan hawa nafsu iblis merajai diri kita..
Akan tetapi tidak sampai disitu kisah dan keunikan asal muasalnya Gunung Sumbing dan Sindoro. Disisi lain belum lama ini sebuah media cetak nasional melansir tentang penemuan yang sangat misteri di Gunung Sindoro.
Kompas pada 15 Pebruari 2012 melansir telah tentang temuan “cincin api” di daerah Temanggung – Jawa Tengah. Sebagaimana kita ketahui di daerah Temanggung tepatnya di dataran tinggi Dieng disitu ditemukan banyak bangunan purbakala berupa candi-candi Hindu seperti candi Arjuna, lingga-yoni dll yang merupakan tradisi Hindu yang berasal dari India. Selama ini belum diketemukan bekas bangunan-bangunan kuno atau lebih tepatnya kompleks pemukiman penduduk kerajaan, penemuan ini berhasil diamati oleh tim ekspedisi dari lembaga pengamatan gunung nasional.
Pada penggalian dengan kedalaman 15 meter di bawah permukaan tanah ditemukan lokasi perkampungan yang ada pada masa kerajaan Mataram Kuno sekitar abad ke 8 Masehi. Lokasi pemukiman penduduk ini terletak di dusun Liyangan, Desa Purbosari,Temanggung – Jateng. Pemukiman penduduk ini terkubur oleh materialvulkanik gunung Sindoro ketika meletus dengan sangat dahsyat pada abad ke 9 Masehi. Selanjutnya kita ketahui dari sejarah, bahwa kerajaan Mataram yang semula berada di kaki gunung Sindoro ini berpindah ke daearah Yopgyakarta atau tepatnya di kompleks Candi Prambanan – Ratu Baka atau kawasan yanvg terletak di kaki gunung Merapi.
Di kelak kemudian hari ternyata tempat ini pun dirasa kurang aman dari ancaman bencana alam. Menurut Bemelem, Merapi pernah meletus pada tahun 1006 yang memporak-porandakan kerajaan Mataram hingga akhirnya berpindah ke Jawa Timur yang dirasa lebih aman. Selanjutnya muncul kerajaan Singosari, Kediri, Majapahit dan pada abad ke 15 kembali lagi ke wilayah Jawa Tengah dengan munculnya kerajaan Mataram Baru yang beragama Islam oleh Panembahan Senopati dan Sultan Agung. Hingga saat ini sisa kerajaan itu masih hidup serperti nampak di kraton Ngayogyakarta hadiningrat, Pakualaman, kasultanan Surokartohadingingrat, Mangkunegaran.
Kesimpulannya temuan pemukiman di kawasan gunung Sindoro ini sungguh luar biasa, kalu boleh usul agar kawasan itu terus digali dan dijadikan kawasan cagar budaya.
Siang, selepas sepenggalah sinar matahari, istirahat sejenak.sore menjelang, tiba saatnya untuk pulang ke rumah. Demikian roda dinamika kehidupan setiap hari, nyaris tanpa perubahan. Akan halnya kedua anaknya, mereka selalu bertengkar sepanjang hari. Perilaku anak-anak yang sebenarnya hampir kita jumpai dalam setiap keluarga.
Karena mereka berdua selalu terlibat dalam pertengkaran, suatu ketika, kesabaran sang ayah melebihi batas. Akhirnya anak yang kedua terkena pukulan tangan ayah, mengakibatkan bibirnya robek (dalam bahasa setempat disebut “sumbing”). Hingga kini kedua anak tersebut diabadikan sebagai nama gunung Si(ndoro) dan Si(sumbing
Ndoro adalah julukan kepada seseorang karena sikap santun, bijaksana dan selalu melindungi. Adapun sumbing diberikan kepada anak yang nomor dua karena tingkahnya. Gunung Sumbing bila dilihat dari sisi timur atau barat akan terlihat bagian tengah robek, melengkung ke bawah.
Dari sepenggal kisah diatas tentunya kita bisa mengambil bagian-bagian positif dalam kisah tersebut. Kisah di atas menganjarkan kita untuk selalu bisa bersikap arif dan bijaksana dalam melakukan apapun untuk kepentingan diri sendiri dan orang lain. Maka kita sangat diharampan memiliki sifat dan perwatakan yang brutal dengan hawa nafsu iblis merajai diri kita..
Akan tetapi tidak sampai disitu kisah dan keunikan asal muasalnya Gunung Sumbing dan Sindoro. Disisi lain belum lama ini sebuah media cetak nasional melansir tentang penemuan yang sangat misteri di Gunung Sindoro.
Kompas pada 15 Pebruari 2012 melansir telah tentang temuan “cincin api” di daerah Temanggung – Jawa Tengah. Sebagaimana kita ketahui di daerah Temanggung tepatnya di dataran tinggi Dieng disitu ditemukan banyak bangunan purbakala berupa candi-candi Hindu seperti candi Arjuna, lingga-yoni dll yang merupakan tradisi Hindu yang berasal dari India. Selama ini belum diketemukan bekas bangunan-bangunan kuno atau lebih tepatnya kompleks pemukiman penduduk kerajaan, penemuan ini berhasil diamati oleh tim ekspedisi dari lembaga pengamatan gunung nasional.
Pada penggalian dengan kedalaman 15 meter di bawah permukaan tanah ditemukan lokasi perkampungan yang ada pada masa kerajaan Mataram Kuno sekitar abad ke 8 Masehi. Lokasi pemukiman penduduk ini terletak di dusun Liyangan, Desa Purbosari,Temanggung – Jateng. Pemukiman penduduk ini terkubur oleh materialvulkanik gunung Sindoro ketika meletus dengan sangat dahsyat pada abad ke 9 Masehi. Selanjutnya kita ketahui dari sejarah, bahwa kerajaan Mataram yang semula berada di kaki gunung Sindoro ini berpindah ke daearah Yopgyakarta atau tepatnya di kompleks Candi Prambanan – Ratu Baka atau kawasan yanvg terletak di kaki gunung Merapi.
Di kelak kemudian hari ternyata tempat ini pun dirasa kurang aman dari ancaman bencana alam. Menurut Bemelem, Merapi pernah meletus pada tahun 1006 yang memporak-porandakan kerajaan Mataram hingga akhirnya berpindah ke Jawa Timur yang dirasa lebih aman. Selanjutnya muncul kerajaan Singosari, Kediri, Majapahit dan pada abad ke 15 kembali lagi ke wilayah Jawa Tengah dengan munculnya kerajaan Mataram Baru yang beragama Islam oleh Panembahan Senopati dan Sultan Agung. Hingga saat ini sisa kerajaan itu masih hidup serperti nampak di kraton Ngayogyakarta hadiningrat, Pakualaman, kasultanan Surokartohadingingrat, Mangkunegaran.
Kesimpulannya temuan pemukiman di kawasan gunung Sindoro ini sungguh luar biasa, kalu boleh usul agar kawasan itu terus digali dan dijadikan kawasan cagar budaya.
Hasil pemetaan penunggu Gunung Sumbing yang sangat misterius itu merupakan suatu pengalaman fenomental dan subyrktif. Pemetaan ini merupakan kolaborasi hasil diskusi antara pendaki yang senang menikmati atmosfir mistis Gunung Sumbing. Berikut hasil pemetaan yang pernah dilakukan sekelompok pendaki yang tidak mau disebutkan namanya :
Perjalanan kilometer 1-2 akan melewati sebuah jembatan. Di jembatan itu, terdapat banyak makhluk berjejer dengan segala bentuk. Termasuk raksasa besar berwarna hitam yang dipercaya sebagai penunggu utama Gunung Sumbing.
Kilometer 2-4
Perjalanan memasuki kilometer 2 yang didominasi oleh lahan penduduk dan juga hutan belukar yang menyatu dengan pepohonan pinus. Ketika memasuki hutan belukar, Para pendaki mulai mencium bau rokok kemenyan yang sering dihisap oleh simbah-simbah dijawa. Ternyata disepanjang jalan itu banyak makhluk yang mirip orang-orang tua yang sedang duduk menghisap rokok menyan.
Medan semakin sulit dan terjal. Karena itu, para pendaki harus mengikuti jalan air yang berpasir. Semakin tinggi, bentuk makhluk halus yang menghuni Gunung Sumbing adalah menyerupai manusia. pada kilometer ini, mereka bertemu dengan orang tua bersorban dan berjanggut putih layaknya seorang pertapa.
Sesosok wanita berambut panjang menampakan diri. Menurut salah seorang dari mereka, ia adalah sundel bolong. Begitu pula di Watu Kotak, ada beberapa wanita dan ibu-ibu berasanggul dan juga orang tua berjubah putih. Di perjalanan Watu Kotak ke Tanah Putih, mereka melihat sesosok pertapa berpakaian hitam sedang duduk bersila.